Selasa, 31 Agustus 2010

Hadits Seputar Nishfu Sya'ban dan Hukum Merayakanya

Memasuki bulan Sya’ban, yakni termasuk ke dalam bulan-bulan mulia. Banyak kaum muslimin yang menyambutnya dengan beberapa peribadahan, sejak awal (memasuki) bulan ini, dan juga yang terkenal di kalangan kita, yaitu Nishfu Sya’ban. Untuk itu, perlu kami bawakan penjelasan tentang status riwayat-riwayat seputar bulan sya’ban, terutama Nishfu Sya’ban itu sendiri. Bagaimana keterangan para ulama’ dan bagaimana hukumnya?




Riwayat-Riwayat Seputar Nishfu Sya’ban


“Wahai saudaraku! Waspadalah kalian terhadap para pembuat
cerita palsu, yang mengutarakan sebuah hadits kepada kalian, sekalipun
tujuannya baik. Sebab untuk mewujudkan suatu kebaikan itu harus benar-benar
sah dari Rosulullah. Jika anda telah mengetahui palsunya suatu hadits,
maka ketahuilah bahwa hal itu bukan termasuk syariat sedikit pun,
bahkan termasuk wahyu dari syetan yang di bangun diatas hadits palsu.”
1


Banyak riwayat yang beredar di tengah masyarakat berkaiatan dengan
bulan Sya’ban, yang berbicara seputar amalan-amalan khusus saat nishfu
(pertengahan) Sya’ban, baik berupa sholat, puasa, shadaqah dan sebagainya.
Akhirnya hadits-hadits tersebut sangat mayshur dikhalayak ramai. Padahal
hadits-hadits yang dimaksud tersebut tidak shohih, menurut para ahlul
ilmi. Dari di sinilah kami ingin mengungkap beberapa riwayat tersebut,
sehingga terang antara benang putih dengan benang hitam.
  1. Riwayat Ali bin Abi Thalib. Dari Ali bin Abi Thalib, berkata:
    “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


    “Apabila tiba malam nishfu sya’ban, maka sholatlah pada malam
    harinya, dan puasalah disiang harinya, karena Alloh turun ke langit
    dunia disaat tenggelamnya matahari, lalu berfirman:
    “Adakah yang meminta ampun kepada-Ku, lalu Aku akan mengampuninya!
    adakah yang meminta rizki kepadaKu, lalu Aku akan memberinya rizki!
    adakah yang sakit lalu Aku akan menyembuhkannya! adakah yang demikian
    …; adakah yang demikian …? .. sampai terbit fajar.”2


  2. Riwayat Utsman bin Al Mughirah. Dari Utsman bin Mughirah berkata:
    Nabi bersabda:


    “Ajal manusia telah ditetapkan dari bulan sya’ban ke sya’ban
    berikutnya, sehingga ada seorang yang menikah dan dikaruniai seorang
    anak, lalu namanya keluar sebagai orang-orang yang akan mati.”3

  3. Riwayat tentang shalat “Al-Fiyyah”
    pada malam nisfhu sya’ban.
    Dinamakan Al-Fiyyah (seribu) karena bacaan sholatnya adalah surat
    Al-Ikhlas seribu kali dalam seratus rakaat, Pada setiap rakaat membaca
    Al-Fatihah sekali dan Al-Ikhlas sepuluh kali. Ada pun haditsnya adalah:



    “Wahai Ali. Barangsiapa yang sholat seratus rakaat pada malam
    nishfu sya’ban dengan membaca surat Al-Fatihah dan “Qul Huwa
    Allahu Ahad” (surat al-Ikhlas) pada setiap rakaat sepuluh
    kali, maka Alloh akan memenuhi seluruh kebutuhannya.” Hadits
    ini Maudhu’ (palsu)
    .4

    Benar, terdapat suatu riwayat tentang keutamaan malam nisfhu sya’ban
    yang dishahihkan oleh sebagian ahlu ilmu. Yaitu sebagai berikut:



    “Alloh -Tabaaraka Wa Taa’la- turun kepada makluk-Nya pada
    malam nisfhu sya’ban, lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali
    orang musryik dan orang yang bermusuhan.” Hadits
    ini shahih.
    5

    Namun, perlu diingat, hadits ini hanya menunjukkan keutamaan malam
    nisfhu sya’ban saja, tidak menunjukkan anjuran mengkhususkannya dengan
    amalan sholat, puasa, khataman Qur`an, maupun amalan ibadah lainnya,
    lebih-lebih perayaan malam nisfhu sya’ban, seperti yang biasa dilakukan
    masyarakat kita.

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan dalam kitabnya Iqtidha’
    Sirathil Mustaqim
    (2/138):



    “Adapun mengkhususkan puasa pada hari nisfhu sya’ban, maka
    tidak ada dasarnya, bahkan harom. Demikian juga menjadikannya sebagai
    perayaan, dengan membuat makanan dan menampakkan perhiasan, semua
    ini merupakan perayaan-perayaan bid`ah yang tidak berdasar sama sekali.
    Termasuk pula berkumpul untuk melakukan shalat Al-fiyyah di masjid-masjid,
    karena meksanakan sholat sunnah pada waktu, jumlah rokaat, dan bacaannya
    tertentu, yang tidak disyariatkan maka hukumnya harom.



    Selain itu hadits tentang sholat Al-Fiyyah adalah maudhu’ (palsu)
    menurut kesepakatan ahlul hadits. Oleh karena itu, tidak boleh menganggap
    sunah nya sholat Al Fiyyah berdasarkan hadits tersebut. Dan jika tidak
    disunnah kan maka harom mengamalkannya.



    Seandainya malam-malam yang mem punyai keutamaan tertentu, disyari`atkan
    untuk dikhususkan dengan melaku kan sholat, tentunya amalan sholat
    tersebut disya ri`atkan pula, untuk dilakukan pada malam i’dhul fithry,
    idhul adha, dan hari Arafah.”

    Imam An-Nawawi (Salah seorang ulama madzhab syafi’i) berkata dalam
    Fatawanya hal.26: “Sholat Rajab dan Sya’ban keduanya merupakan
    bid’ah yang jelek dan mungkar”

    Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz berkata dalam risalahnya
    At-Tahdhir Mi nal Bida’ hal. 27:



    “Termasuk perkara bid’ah yang diada-adakan oleh sebagaian
    manusia adalah perayaan malam nishfu sya’ban, atau pengkhususan hari
    tersebut dengan berpuasa. Semua itu tidak ada dasarnya dalam agama
    Islam. Kalaulah ada, itu hanyalah hadits-hadits yang tidak dapat dijadikan
    hujjah, sebagaimana ditegaskan oleh mayoritas ahlul ilmi”.

    Ibnu Wadhdhah meriwayatkan dari Zaid bin Aslam, ia berkata:



    “Kami tidak menemukan seorang pun dari sahabat kami, tidak
    pula fuqoha`nya, yang mempedulikan malam nishfu sya`ban, mereka juga
    tidak acuh terhadap hadits Makhul, dan mereka berpendapat malam nishfu
    sya`ban tidak lebih utama dibanding malan selainnya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar