Selasa, 08 Mei 2012

PENGGUNAAN DANA BANK SYARIAH




PENGGUNAAN DANA BANK SYARIAH

Oleh: Idris Parakkasi

A.  Pendahuluan
Bank syariah adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan pada al-qur’an dan hadis Nabi SAW.  Dengan kata lain Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.
            Bank adalah lembaga perantara keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Artinya lembaga bank adalah lembaga yang dalam aktivitasnya berkaitan dengan masalah uang. Dimana dengan bank syariah uang dapat berfungsi untuk menggerakkan sektor riil dan kegiatan investasi untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
            Untuk menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga, Islam memperkenalkan prinsip-prinsip muamalah. Dengan kata lain , bank Islam lahir sebagai salah satu solusi  terhadap persoalan antara bunga bank dengan riba. Sehingga ummat Islam yang ingin melepaskan diri dari persoalan riba telah ada solusi dengan lahirnya bank Islam. Bank Islam lahir di Indonesia pada sekitar tahun 90-an atau tepatnya setelah ada Undang-Undang No. 7 tahun 1992, yang direvisi dengan Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998, dalam bentuk sebuah bank yang beroperasi dengan sistem bagi hasil serta UU perbankan no. 21 tahun 2008 tentang izin usaha bank syariah.1
Kaitan antara bank dengan uang dalam suatu unit bisnis adalah penting, namun dalam pelaksanaannya harus menghilangkan adanya ketidakadilan, ketidakjujuran, kedzaliman dan penipuan dari suatu pihak kepihak lain. Kedudukan bank Islam dengan para kliennya adalah sebagai mitra investor  dan pedagang, sedang pada bank konvensional hubungannya adalah  sebagai kreditur atau debitur.

1Muhammad,  2004. Manajemen Dana Bank Syariah. Penerbit Ekonisia Yokyakarta


Sehubungan dengan jalinan investor dan pedagang tersebut, maka dalam menjalankan pekerjaannya, bank Islam menggunakan berbagai model dan metode investasi seperti kontrak muhdarabah. Di samping itu, bank Islam juga terlibat dalam kontrak murabahah. Mekanisme perbankan Islam  yang berdasarkan prinsip mitra usaha adalah bebas bunga. Karena bunga (interest) secara subtansi termasuk salah jenis riba yang diharamkan, dan sudah difatwakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sebelumnya  puluhan tahun yang lalu organisasi Islam sedunia (OKI) juga telah memfatwakan tentang keharaman bunga bank.

B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Falsafah operasional bank syariah
2.      Sumber – sumber dana bank syariah
3.      Pembiayaan dan pemanfaatan dana  bank syariah

C.   Pembahasan
1.      Falsafah Operasional Bank Syariah
Lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhaan Allah untuk memperoleh kebajikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat (al-falah). Oleh karena itu hendaklah transaksinya memenuhi unsur-unsur berikut:
a.       Menjauhkan dari dari unsur riba dengan cara:
1.      Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka secara pasti keberhasilan  suatu usaha.2
2.        Menghindari penggunaan sistem prosentase untuk pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu.3
3.        Menghindari penggunaan sistem perdagangan/ penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas.4


2QS. Lukman, ayat :34
3QS. Al-Imran ayat; 130
4HR. Muslim Bab Riba No. 1551 s/d 1567


4.      Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka tambahan hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela.
b.      Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan. Dengan mengacu  pada al-qur’an surah al-baqarah ayat 275 dan An-Nisaa ayat 29

2.    Sumber dana bank syariah

Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil maupun besar, dengan masa pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga keuangan maka dana merupakan hal yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa bahkan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi tidak terlaksana. Dalam pandangan syariah,uang bukanlah merupakan suatu komodiitas melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Berbeda dengan perbankan berbasis bunga dimana uang  mengembangbiakkan uang tidak peduli apakah dipakai untuk kegiatan produktif atau tidak. Untuk menghasilkan keuntungan uang harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi dasar (primary economic activities), baik secara langsung melalui perdagangan, industry manufaktur, sewa menyewa dan lain-lain atau secara tidak langsung melalui penyertaan modal.
Berdasarkan prinsip tersebut bank syariah dapat menarik dana pihak ketiga atau masyarakat dalam bentuk: 5
1)      Titipan (wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya (guaranted deposit) tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.
2)      Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi resiko (non guaranted account) untuk investasi umum (general investment account/mudharabah mutlaqah) dimana bank syraiah akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan portofolio yang didanai dengan modal tersebut


5 zainul Arifin,Op.cit.h.53


3)      Investasi khusus (special investment account/mudharabah muqayyadah) dimana bank bertindak sebagai menajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atas investasi itu
Dengan demikian sumber dana bank syariah terdiri dari:6
1)      Modal inti (core capital)
2)      Kuasi ekuitas (mudharabah account)
3)      Titipan (wadiah) atau simpanan tanpa imbalan (non remunerated deposit)

3.    Pembiayaan Bank Syariah

Setelah dana pihak ketiga (DPK) telah dikumpulkan oleh bank, maka sesuai dengan fungsi intermediasinya maka bank berkewajiban menyalurkan dana tersebut untuk pembiayaan (financing). Dalam hal ini bank harus mempersiapkan strategi penggunaan dana yang dihimpunnya sesuai dengan rencana alokasi berdasarkan kebijakan yang telah digariskan.  Alokasi dana ini mempunyai beberapa tujuan yaitu:
1)      Mencapai tingkat profitabilitas yang cukup tinggi dan tingkat resiko yang rendah
2)      Mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan tetap menjaga tingkat likuiditas yang aman
Untuk mencapai kedua tujuan tersebut  maka alokasi dana  bank harus diarahkan  dengan baik agar semua kepentingan nasabah dapat terpenuhi. Alokasi penggunaan dana bank syariah pada dasarnya dibagi dalam dua bagian dari aktiva bank, yaitu:
1)      Aktiva yang menghasilkan (Earning Assets) dan
2)      Aktiva yang tidak menghasilkan (Non Earning Assets)
Aktiva yang dapat menghasilkan  atau earning assets adalah asset bank yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Asset ini disalurkan dalam bentuk investasi yang terdiri atas:
a.    Pembiayaan berdasarkan prinsip  bagi hasil (mudharabah)
Pembiayaan berdasarkan  prinsip bagi hasil dengan model kerjasama  (musyarakah)

b.      Pembiayaan berdasarkan prinsip jual- beli (al-ba’i)
c.       Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (ijarah dan ijarah muntahia bit tamlik)
d.      Surat-surat berharga syariah dan investasi lainnya

Asset bank yang tergolong tidak memberikan penghasilan antara lain:
a.       Aktiva dalam bentuk tunai (cash assets)
b.      Pinjaman (qard)
c.       Penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris

Falsafah, Tujuan dan Fungsi Pembiayaan Bank Syariah
Pembiayaan dalam perbankan syariah atau istilah teknisnya aktiva produktif, menurut  ketentuan bank Indonesia adalah penanaman dana Bank Syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam, bentuk pembiayaan, piutang qard, surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada rekening administratif  serta sertifikat wadiahbank Indonesia (SWBI).

Falsafah Pembiayan
Falsafah pembiayaan di  bank syariah harus memenuhi dua syarat, yaitu:
1.      Aspek syar’i
2.      Aspek ekonomi
Maksudnya bahwa setiap transaksi dan realisasi pembiayaan di bank syariah tetap berpedoman pada ketentuan syariah  (antara lain tidak mengandung maisyir, gharar, tadlis, riba serta bidang usaha yang haram),  disamping tetap memperhitungkan tingkat perolehan keuntungan (profit) baik bagi bank syariah maupun nasabah.
Tujuan Pembiayaan
Tujuan pembiayaan yang dilaksanakan perbankan syariah terkait dengan stake holder, yaitu:7




1.      Pemilik
Pemilik mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut
2.      Pegawai
Pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan  yang layak dari bank yang dikelolanya
3.      Masyarakat
a.       Pemilik dana; mereka mengharapkan dari dana yang diinvestasikan akan diperoleh bagi hasil
b.      Debitur; mereka mengharapkan dana usaha untuk menjalankan usahanya baik yang sifatnya produktif maupun komsumtif
c.       Masyarakat ; mereka dapat memperoleh barang-barang yang dibutuhkan
4.      Pemerintah
Akibat penyediaan pembiayaan, pemerintah terbantu dalam pembiayaan pembangunan negara, disamping itu akan diperoleh  pajak (pajak penghasilan dan pajak perusahaan) termasuk zakat.
5.      Bank
Hasil penyaluran pembiayaan diharapkan bank dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap survival dan meluas jaringan usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat dilayaninya.
6.      Da’wah
Mengaplikasikan nilai – nilai syariah dalam bidang muamalah sebagai perwujudan pelaksanaan tugas kekhalifaan di muka bumi sebagai ibadah kepada Allah  (penulis).
Fungsi Pembiayaan8
Ada beberapa fungsi dari pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah antara lain:
1.      Meningkatkan daya guna uang
Dana nasabah berupa giro, tabungan dan deposito ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna suatu usaha peningkatan produktivitas
8 Ibid. h. 184


2.      Meningkatkan daya guna barang
-          Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat memproduksi bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat.
-          Produsen dengan pembiayaan yang diberikan dapat memindahkan barang dari suatu tempat yang kegunaannya kurang ketempat yang lebih bermanfaat
3.      Meningkatkan peredaran uang
Melalui pembiayaan, peredaran uang kartal maupun giral akan lebih berkembang oleh karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uangakan bertambah baik kualitatif apalagi secara kuantitatif

4.      Menimbulkan kegairahan berusaha
Kegiatan usaha  sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi peningkatan usaha tidaklah selalu diimbangi dengan peningkatan kemampuannya yang berhubungan dengan manusia lain yang mempunyai kemampuan. Pembiayaan  yang diterima pengusaha dari bank akan dapat memeperbesar volume usaha dan produktivitasnya
5.      Stabilitas ekonomi
Pembiayaan yang diberikan bank akan dapat menekan laju inflasi, mendorong penigkatan ekspor dan  pemenuhan kebutuhan pokok  serta rehabilitasi prasarana
6.      Sebagai  jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional
Pembiayaan yang diberikan  diharapkan dapat meningkatkan usaha, peningkatan usaha berarti peninmgkatan profit. Peningkatan pendapatan pengusaha, pemilik modal burh/karyawan maka pendapatan Negara via pajak akan meningkat, penghasilan devisa bertambah sehingga secara langsung atau tidak melalui pembiayaan pendapatan nasional akan bertambah
Jenis –Jenis aplikasi pembiayaan yang banyak digunakan di bank syariah antara lain:
1.      Pembiayaan
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan berdasarkan akad mudharabah dan atau musyarakah dan atau pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip bagi hasil
a.    Mudharabah
Adalah perjanjian antara penanam dana (shahinbul maal) dan pengelola dana (mudharib)  untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Landasan syariah:
a.          Al-qur’an
                    “…dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT…” (QS. Al-Muzammil:20)
b. Hadist Nabi SAW:
 Dari Shalih bin Shuhaib ra. Bahwa rasulullah SAW bersabda, “ Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh (murabahah), Mudharabah, dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibn Majah no. 2280, kitab at-Tijarah)
Rukun dan Syarat Pembiayaan9
1.      Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum
2.      Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam melakukan kontrak dengan memperhatikan hal-hal berikut


9 Drs. H. Ahmad kamil SH., M. Hum.2002. kitan Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah


a.       Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak
b.      Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak
c.       Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3.      Modal ialah sejumlah uang dan/atau asset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a.       Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya
b.      Modal  dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk asset, maka asset tersebut harus dinilai pada waktu aqad
c.       Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib baik secara bertahap maupun tidak, sesuai kesepakatan dalam akad
4.      Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan modal . Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a.       Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
b.      Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk persentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan
c.       Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari kerugian. Dan pengelola tidak menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5.      Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib) sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
a.       Kegiatan usaha adalah hak ekslusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi mempunyai hak untuk melakukan pengawasan
b.      Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan
c.       Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.
Ketentuan Hukum Pembiayaan:
1.      Mudharabah boleh dibatasi pada periode  tertentu
2.      Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian dimasa depan yang belum tentu terjadi
3.      Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan.
4.      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesainnya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Perhitungan bagi hasil menggunakan dua pola
1.      Profit sharing
Pembagian keuntungan dilakukan setelah dipotong biaya operasional atau bagi hasil yang dihitung dari pendapatan bersih  (netto)
2.      Revenue sharing
Pembagian keuntungan dilakukan sebelum dipotong biaya operasional atau bagi hasil yang dihitung dari pendapatanm kotor  (bruto). Mekanisme diterapkan dengan asumsi bahwa para nasabah belum terbiasa menerima kondisi berbagi hasil dan berbagi resiko. Mekanisme revenue sharing masih diterapkan pada bank syariah di Indonesia sebagai upaya untuk mengikat nasabah penyimpan. Sebab nasabah ini akan keluar jika mereka tidak memperoleh apa-apa dalam menyimpan dananya. Upaya dilakukan untuk meraih pasar walaupun untuk jangka panjang sebaiknya ditinggalkan untuk beralih ke model  profit and loss sharing yang sesungguhnya. Termasuk upaya untuk memberi pendidikan  kepada masyarakat.
Faktor yang mempengaruhi bagi hasil bank Syariah
1.      Faktor Langsung
-       Investment rate; persentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan
-  Nisbah (Profit sharing)
      2. Faktor Tidak Langsung
- Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya
- Kebijakan akunting (prinsip dan metode akutansi), terkait dengan pengakuan pendapatan

Manfaat Pembiayaan Mudharabah
1)      Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat usaha nasabah meningkat
2)      Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/ hasil usaha bank sehigga bank tidak pernah mengalami negatif  spread
3)      Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah
4)      Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent),  mencari usaha yang  benar-benar halal, aman dan menguntungkan



Resiko pembiayaan Al-Mudharabah
1.      Nasabah menggunakan dana tidak sesuai dengan kontrak
2.      Lalai dan kesalahan yang disengaja
3.      Penyembunyian keuntungan  oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur
4.      Resiko modal berkurang atau hilang
Kelemahan/koreksi aplikasi:
Menurut penulis masih banyak kelemahan – kelemahan dalam aplikasi model pembiayaan mudharabah baik pada pemilik modal  (sahibul maal) maupun pengelola (mudharib) antara lain:
1.      Jaminan (collateral) masih menjadi persyaratan pembiayaan, padahal sesungguhnya jaminan hanya sekedar pelengkap bahkan tak perlu ada jaminan. Karena sesungguhnya jika terjadi resiko  (force major) modal ditanggung oleh bank (shahibul maal) bukan nasabah (mudharib). Nasabah (mudharib) hanya kehilangan kredibilitasnya dan kesempatan.
2.      Pola bagi hasil masih menggunakan revenue sharing sehingga belum menunjukkan pendapatan dengan bagi hasil murni (profit sharing)
3.      Porsi bagi hasil masih menggunakan pendekatan tingkat suku bunga bank konvensional sehingga pendapatan bank syariah secara relatif  masih setara  dengan  bank konvensional (belum kompetitif).
4.      Beban resiko modal secara relatif masih dibebankan sepenuhnya kepada pengelola (mudharib)baik sebagai nasabah (sahibul maal) dengan bank (mudharib) maupun pembiayaan bank (sahibul maal)  yang diberikan kepada nasabah (mudharib)
5.      Transparansi dan pelaporan perkembangan dan hasil usaha belum sepenuhnya menjadi tolak ukur terhadap tingkat bagi hasil yang diperoleh, cenderung masih tetap.
6.      Belum ada standar besarnya  porsi bagi hasil yang digunakan serta dasar-dasar penentuannya.
7.      Kurangnya kemampuan analisis kelayakan  usaha serta “keberanian” bagi bank syariah untuk mengaplikasikan produk ini sehingga persentase pembiayaan ini masih sangat rendah.
8.      Dalam aplikasinya baru profit sharing  yang digunakan belum diaplikasikan risk sharing

b.      Al-musyarakah
Pengertian: akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan diatanggung bersama sesuai dengan kesepakatan
Landasan Syariah:
Firman Allah:
… Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu. (QS. An-Nisaa: 12)10
Hadist Nabi SAW:
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:” Sesungguhnya Allah Azza Wajalla berfirman: “Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak menghianati lainnya.” (HR. Abu Daud no. 2936, dalam kitab al-Buyu, dan Hakim)
Ijma:
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al-Mugni,11 telah berkata .”Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global, meskipun tetap ada perbedaan dari elemen musyarakah


10Terjemahan al-qur’an Mujamma’ al-Malik Fahd li Thiba’at al-mush-haf asy-syarif Medinah Munawwarah PO.BOX 6262 Kerajaan Saudi Arabia
11Abdullah  Ibn Ahmad Ibn Qudamah, Mughni wa Syarh Kabir (Beirut:Darul-Fikr, 1979) ,vol.V hlm.109





Jenis-Jenis Al-Musyarakah
Al-Musyarakah ada dua jenis: Musyarakah pemilikan dan musyarakah akad (kontrak). Musyarakahpemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakahini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah asset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan asset tersebut.
Musyarakahakad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian

      
Ketentuan Musyarakah:12

1.    Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam melakukan kontrak dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.         Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak
b.         Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak
c.         Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau dengan  
        menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2.    Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan memperhatikan hal-hal berikut:
a.       Kompoten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan
b.      Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil
c.       Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur asset musyarakah dalam proses bisnis normal
d.      Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingan sendiri

12Ibid.


3.      Objek akad (modal, kerja, keuntungan, dan kerugian)
a.       Modal
1)      Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama
2)      Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, mengembangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain kecuali atas dasar kesepakatan
3)      Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan
b.      Kerja
1)      Pertisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat.
2)      Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak
c.       Keuntungan
1)      Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah
2)      Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan tidak ada jumlah  yang ditentukan diawal yang ditetapkan bagi seorang mitra
3)      Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya
4)      Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad




d.      Kerugian
Kerugian harus dibagi diantara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal
4.      Biaya operasional dan persengketaan
a.       Biaya operasional dibebankan pada modal bersama
b.      Jika salah satu pihak  tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantra para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah
Jenis-Jenis Musyarakah

1)      Syirkah Al-’Inan: Kontrak dua orang atau lebih, setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua belah pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian yang disepakati sebelumnya
2)      Syirkah Mufawadah: Kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih memberi porsi yang sama baik dana, kerja, tanggungjawab dan beban utang
3)      Syirkah A’maal: Kontrak kerjasama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu
4)      Syirkah Wujuh: Kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli  dalam        bisnis. Jenis  Al-Musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada jaminan barang tersebut, disebut juga sebagai musyarakah piutang

Aplikasi dalam perbankan

a)      Pembiayaan proyek: Diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut, setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati dengan bank.
b)      Modal Ventura, Bank melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan
c)      Pembiayaan ekspor
Manfaat Al-Musyarakah:
1)      Bank akan menikmati peningkatan keuntungan bila usaha nasabah meningkat
2)      Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow
3)      Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent)
4)      Bank tidak berkewajiban membayar nasabah dalam jumlah tertentu secara tetap, tetapi sesuai dengan pendapatan/keuntungan bank

Resiko:
-          Nasabah menggunakan dana tidak sesuai dengan kontrak
-          Lalai dan kesalahan yang disengaja
Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur

Kelemahan/koreksi aplikasi menurut penulis:
-          Belum adanya perincian bagi hasil untuk bagian pemodal ( sahibul maal) dan pengelola (mudharib)
-          Resiko usaha secara relatif masih dibebankan kepada pengelola (mudharib)
-          Item-item biaya belum disebutkan secara rinci dan transparan
-          Penentuan porsi bagi hasil masih berpatokan pada nilai suku bunga belum pada hasil usaha secara riil

c.       Murabahah
Pengertian: Jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
Landasan syariah:
a.       Al-qur’an
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

 “… Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba …. (QS. Al-Baqarah: 275)


b. Hadist Rasulullah SAW:
      “ Dari Suhaib ar- Rumi ra. Bahwa Rasulullah  SAW bersabda, “ Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan; Jual beli secara tangguh, mudharabah, dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah)

Syarat Al-Murabahah:13
1.      Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah
2.      Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
3.      Kontrak harus bebas dari riba
4.      Penjual harus menjelaskan  kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesuadah pembelian
5.      Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya pembelian dilakukan secara utang
Ketentuan murabahah pada nasabah:
1.      Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau asset kepada bank
2.      Jika bank menerima permohonan tersebut harus membeli terlebih dahulu membeli asset yang dipesannya secara sah dengan pedagang
3.      Bank kemudian menawarkan asset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)- nya sesuai dengan perjanjian yan g telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat, kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli
4.      Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan
5.      Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil  bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6.      Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah


13M. Fauzan, 2002. Kitab Undang-Undang Hukum perbankan dan Ekonomi Syariah. Hal. 355
7.      Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka:
a.       Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga
b.      Jika nasabah batal membeli, uang muka, menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut, dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya

Jaminan dalam murabahah
1.      Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya
2.      Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang
Utang dalam murabahah
1.      Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.
2.      Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya
3.      Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

Penundaan pembayaran dalam murabahah
1.    Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda  penyelesaian utangnya
2.    Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak mencapai kesepakatan melalui musyawarah

Bangkrut dalam  murabahah
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

Kelemahan/Koreksi aplikasi murabahah menurut penulis:
1.      Transaksi yang terjadi kelihatannya masih transaksi utang-piutang, karena pihak bank hanya menyerahkan uang tanpa disertai penyerahan objek (barang). Hal ini bisa terjebak dalam transaksi riba
2.      Transaksi belum memenuhi syarat dan rukun jual beli
3.      Ketidak seimbangan dalam angsuran pokok dan margin, seharusnya pokok dan margin merata. Hal ini merugikan nasabah (tidak adil) karena pihak bank syariah lebih awal menikmati keuntungan besar. Sehingga jika nasabah melunasi lebih awal beban margin sangat besar
4.      Tidak ada tawar menawar harga objek (barang) sehingga terkadang nasabah ‘terpaksa’ membeli barang tersebut ( antaradin minkum)
5.      Masih ada selipan akad wakalah kepada nasabah untuk membeli sendiri objek tersebut. Sebaiknya kalau terpaksa ada wakalah sebaiknya wakalah itu pada pihak ketiga buka pada nasabah secara langsung
6.      Sebaiknya pembiayaan di bank syariah tidak didominasi oleh murabahah. Murabahahhanya pelengkap produk. Sebaiknya porsi lebih besar di mudharabah dan musyarakah





d.   Gadai syariah (rahn)
Dalam istilah bahasa Arab gadai diistilahkan dengan rahn dan dinamai juga al-habsu.14
Arti ar-rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan pembayaran dari barang tersebut. 15
Dasar Hukum:
  1. Al-qur’an (QS. Al-Baqarah : 283
  “ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”
2.      Hadist Nabi SAW; Dari Aisyah RA: Bahwasanya Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menggadaikan baju besinya. (HR. Muslim)
  1. Ijma: Jumhur ulama menyepakati kebolehan status hukum gadai
  2. Fatwa Dewan Syariah Nasional: MUI No.25/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn
Ketentuan dan persyaratan aqad
1.      Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
2.      Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.
3.      Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
14Abd Ghofur Anshori, 2006. Gadai Syariah Di Indonesia. UGM Press. Yokyakarta
15Ibid.
4.      Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
5.      Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,biaya penyimpanan, biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.

Ketentuan Umum
1.      Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun ( barang ) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
2.      Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhuntidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin,dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
3.      Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin,namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
4.      Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

Kesepakatan dalam aqad
1.      Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan .
2.      Nasabah bersedia membayar biaya/sewa penitipan barang (marhun) sesuai manajemen lembaga pegadaian syariah tersebut.
3.      Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh pegadaian pada saat pencairan uang pinjaman.

Fleksibilitas Pelayanan

1.      Melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan,
2.      Mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan  
yang sudah berjalan ditambah bea administrasi,
3.      atau hanya membayar jasa/sewa  simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat  
jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.

Penjualan barang gadai  (marhun)
1.      Apabila jatuh tempo,  murtahin harus   memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
2.      Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya,  maka marhun dijual paksa/dieksekusi.
 3.  Hasil Penjualan marhundigunakan untuk  melunasi utang, biaya   
        pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya    penjualan.
      dan,  Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya
       menjadi kewajiban rahin.
Rukun dan Syarat Gadai Syariah: 
1.      Pihak-pihak yang beraqad cakap menurut hukum
a. Aqil baliq
b. Berakal sehat
c. Mampu melakukan aqad
      2. Utang (marhun bih)
a. Kewajiban yang harus dikembalikan kepada yang punya piutang, tanpa
     ada tambahan
b. Barang /utang  tersebut bermanfaat (bernilai ekonomis)
c. barang/utang  tersebut dapat dihitung jumlahnya
3. Barang yang digadaikan (Marhun), syaratnya:
            a. Agunan memiliki nilai dan dapat dimanfaatkan
            b. Agunan harus dapat dijual dan nilainya seimbang   dengan
                besarnya utang
            c. Agunan tersebut jelas dan tertentu
            d. Agunan milik sah debitur
            e. Agunan tidak terikat dengan hak orang lain
            f. Agunan harus harta yang utuh
            g. Agunan dapat diserahkan kepada pihak lain, baik

Hak dan Kewajiban Penerima Gadai (murtahin)
1. Penerima gadai berhak menjual marhun apabila     rahin tidak dapat   memenuhi
    kewajibannya pada saat jatuh tempo    
2. Penerima gadai berhak mendapatkan     penggantian biaya yang telah dikeluarkan     
    Untuk menjaga keselamatan  harta benda gadai
3.Selama pinjaman belum dilunasi maka pihak        pemegang gadai berhak menahan  
   harta benda  gadai
Hak pemberi gadai (Rahin )
1.      Mendapat pengembalian harta benda yang digadaikan sesudah ia melunasi pinjaman utangnya
2.      Pemberi gadai berhak menuntut ganti rugi atau kerusakan/hilangnya harta benda gadai yang digadaikan, bila disebabkan kelalaian penerima gadai
3.      Berhak menerima sisa hasil penjualan harta gadai sesudah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya
4.      Berhak meminta kembali harta gadai bila penerima gadai diketahui menyalahgunakan harta benda gadainnya
Penjualan Marhun
1.      Apabila jatuh tempo, murtahin harus   memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya
2.      Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya,   maka marhun dijual paksa/dieksekusi.
3.      Hasil Penjualan marhun digunakan untuk   melunasi utang, biaya pemeliharaan dan    penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan
4.       Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin      dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin. 


Perbedaan gadai konvensional dan gadai syariah
1.      Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.
2.      Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat asessoir, sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktek fidusia. Berbeda dengan pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa/sewa  simpan
Resiko gadai
1.      Credit risk: jika nasabah default
2.      Operational risk: jika terjadi human error dalam operasional Lembaga Keuangan
3.      Forex risk: jika terjadi penurunan nilai emas
4.      Lain-lain: Kecurian, musibah, dll
5.      Fraud: Barang palsu
Menghindari resiko
1.      Operational risk: sistem & prosedur
2.      Forex risk: Nilai pembiayaan 75 % dari harga pasar
3.      Lain-lain: Asuransi, Tabungan anggota
4.      Fraud: Metode taksir
Kelemahan/Koreksi terhadap aplikasi gadai menurut penulis:
2.      Kurangnya penjelasan kepada nasabah tentang aqad rahn, nasabah hanya tahu berapa uang yang dapat diperoleh dari barang/emas yang digadaikan dan berapa biaya yang harus dibayar serta waktu


D.  Kesimpulan
Penggunaan dana pihak ketiga pada bank syariah secara umum digunakan untuk kegiatan sektor riil dan kegiatan investasi. Dana yang berlebihan (likuiditas) disimpan ke Bank Indonesia dalam bentuk Wadiah (Sertifikat Wadiah Bank Indonesia) serta spot antar bank syariah. Secara umum tingkat penetrasi pembiayaan bank syariah ke sektor riil dan investasi sangat tinggi rata-rata diatas 100 %  (FDR) . Penggunaan dana bank syariah melalui pembiayaan dengan model; jual beli, bagi hasil, sewa, gadai serta kemitraan dengan pihak lain. Dalam penggunaannya bank syariah harus memperhatikan dua aspek yaitu; aspek syar’i dan aspek profitabilitas.






















DAFTAR PUSTAKA

Ascarya, 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. PT Rajawali Pres Jakarta

Al-Mughni, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, Cet. I Darul Hadits Kairo-Mesir tahun 1416 H/1996 M.

Abdul Ghafur Anshori, 2006. Gadai Syariah di Indonesia. Konsep,Implementasi dan Instituisional. Gajah Mada University Press

Adiwarman K, 2004. Bank Islam. Analisis Fiqih dan Keuangan. Rajawali Press Jakarta

Diskusi langsung dengan sejumlah karyawan aktif dari sejumlah bank syariah.

Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah, cet. IV, Ulin Nuha lil Intaj Al-I’lami, 1424 H/ 2003 M

Muhammad Syafi’ Antonio,2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Tazkia Cendikia
Muhammad, 2005 Manajemen Bank Syariah, Edisi Revisi. UPP AMP YKPN. Yokyakarta

Muhammad, 2004. Manajemen Dana bank Syariah. Ekonisia Yokyakarta

Pasaribu, Chairuman., dkk., 1996. Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta. Sinar Grafika

Rifqi Muhammad, 2008. Akuntansi Keuangan Syariah. Konsep dan Implementasi PSAK Syariah. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. FEUI. Jakarta

Terjemahan al-qur’an Mujamma’ Al-Malik Fahli Thiba’at A-mush-haf Asy-syarif Medinah Munawwarah PO.BOX 6262 Kerajaan Saudi Arabia

M. Fauzan, 2002. Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah. Kencana Prenada  Media Group. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar