MANAJEMEN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ,
SADAQAH DAN WAKAF (ZISWAF)
Oleh: Idris Parakkasi
A. Pendahuluan
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat penting, startegis dan menentukan[1] baik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan ummat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun (rukun ketiga) dari rukun Islam yang lima, sebagaimana dalam hadis nabi,[2] sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma’lum minad-diin bidh-dharurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang.[3] Didalam al-qur’an terdapat dua puluh tujuh ayat[4] yang menyejajarkan kewajiban sholat dengan zakat. Terdapat berbagai ayat yang memuji orang-orang yang sungguh-sungguh menunaikannya,[5] Dan sebaliknya memberikan ancaman bagi orang yang sengaja meninggalkannya.[6] Karena itu khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq bertekad memerangi orang-orang yang sholat tetapi tidak mengeluarkan zakat.[7] Ketegasan sikap ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan zakat adalah suatu kedurhakaan dan jika hal ini dibiarkan maka akan memunculkan berbagai problem sosial ekonomi dan kemudharatan dalam kehidupan masyarakat.
Salah satu sebab belum berfungsinya zakat sebagai instrument pemerataan dan belum optimal serta kurang efektifnya sasaran zakat karena manajemen pengelolaan zakat belum terlaksana sebagaimana mestinya, baik pengetahuan pengelola maupun instrumen manajemen pengelolaan serta sasaran zakat. Olehnya itu untuk pengelolaan zakat yang lebih optimal agar sasaran zakat dapat tercapai maka ada beberapa hal yang menjadi permasalahan antara lain:
B. Permasalahan
1. Apa Hikmah dan Manfaat Zakat ?
2. Bagaimana Manajemen Pengelola Zakat dan Lembaga Zakat (Amil)
3. Bagaimana Manajemen Pengelolaan Muzakki ?
4. Bagaimana manajemen Pengelolaan Mustahiq?
C. Pembahasan
1. Apa Hikmah dan Manfaat Zakat ?
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki), penerimanya (mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat secara keseluruhan.[8] Hikmah dan manfaat tersebut antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:
Pertama, sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlaq mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki sebagaimana dalam surah At-Taubah ayat 103 dan surah Ar-Ruum ayat 39.
Dengan bersyukur terhadap harta dan nikmat yang dimiliki akan semakin bertambah dan berkembang nikmat yang diberikan Allah SWT. Firman Allah: QS. Ibrahim:7
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Se- sungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Kedua, zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir miskin, kearah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan rasa iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki harta cukup banyak. Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi kebutuhan para mustahik, terutama fakir miskin yang bersifat komsumtif dalam waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka, dengan cara menghilangkan ataupun memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.[9]
Kebakhilan dan keengganan membayar zakat, disamping akan menimbulkan sifat hasad dan dengki dari orang-orang miskin dan menderita juga akan dapat mengundang azab Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT Surah An-Nisaa: 37
الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُّهِينًا
(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir [10]siksa yang menghinakan.
Ketiga, sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad di jalan Allah, yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya sebagaimana firman Allah SWT QS. Al-Baqarah: 273
لِلْفُقَرَاء الَّذِينَ أُحصِرُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ لاَ يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاء مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُم بِسِيمَاهُمْ لاَ يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا وَمَا تُنفِقُواْ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللّهَ بِهِ عَلِيمٌ
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
Disamping sebagai pilar amal bersama, zakat juga merupakan salah satu bentuk kongkrit darti jaminan sosial yang disyariatkan oleh ajaran Islam yang dengannya dapat memberikan perhatian dan kepeduliaan kepada fakir miskin sebagaimana firman Allah QS. Al-Maidah: 2
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Juga dalam hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:[11]
“Tidak dikatakan (tidak sempurna) iman seseorang, sehingga ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai dirinya sendiri.”
Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki ummat Islam seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial maupun ekonomi, sekaligus untuk pengembangan kualitas sumberdaya manusia muslim. Hampir semua ulama sepakat bahwa orang yang menuntut ilmu berhak menerima zakat atas nama golongan fakir dan miskin maupun sabilillah.[12] Kelima, Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta yang diamanahkan kepada kita yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan Allah SWT, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.[13]
“Allah SWT tidak akan menerima sedekah (zakat) dari harta yang didapat secara tidak sah.”
Keenam, Meningkatkan pembangunan kesejahteraan , Zakat merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. Menurut Monzer Kahf[14] mengatakan bahwa zakat dan sistem pewarisan Islam cenderung kepada distribusi harta yang egaliter dan bahwa sebagai manfaat dari zakat harta akan selalu beredar. Sedangkan menurut Mustaq ahmad[15] zakat adalah sumber utama kas negara dan sekaligus merupakan soku guru perekonomian. Menurut penulis zakat dapat dijadikan instrument fiskal sebagaimana dengan pajak karena sejarah aplikasi zakat serta potensi yang cukup besar. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi harta apada satu tangan dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan investasi dan mempromosikan distribusi sehingga terjadi keadilan dan pergerakan ekonomi. Sebagaimana firman Allah SWT QS. Al-Hasyr: 7
كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ
“..Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…”
Ketujuh, Dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang-orang beriman untuk berzakat, berinfak, dan bersedekah menunjukkan bahwa ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha sehingga memiliki harta kekayaan yang disamping dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, juga berlomba-lomba menjadi muzakki.[16] zakat yang dikelola dengan baik akan mampu membuka
lapangan kerja dan usaha yang luas, sekaligus penguasaan asset-aset oleh umat Islam.
Kedelapan, mengeluarkan zakat akan memberikan keberkahan dan pengembangan harta baik bagi orang yang berzakat maupun pengembangan ekonomi secara luas. Sebab dengan terdistribusinya harta secara adil akan dapat menggerakkan roda ekonomi sehingga produksi, komsumsi dan distribusi dapat bergerak yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Firman Allah SWT QS. Al-Baqarah: 261
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah [17]adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
2. Bagaimana Manajemen Pengelola Zakat dan Lembaga Zakat (Amil) ?
2.1. Urgensi Lembaga Pengelola Zakat
Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah dalam QS. At-Taubah:60
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana [18]
Juga dalam firman Allah SWT QS. At-Taubah:103
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan [19]dan mensucikan [20]mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Dalam surah At-taubah :60 dikemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat adalah orang yang bertugas mengurus zakat (‘amilina ‘alaiha). Sedangkan dalam surah At-taubah:103 bahwa zakat itu diambil dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq). Yang mengambil dan menjemput tersebut adalah para petugas (‘amil). Imam Qurtubi [21]menafsirkan surah At-Taubah : 60 menyatakan bahwa amil itu adalah orang yang ditugaskan oleh imam atau pemerintah untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan mencatatkan zakat yang
diambilnya dari muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya. Karena itu Rasulullah SAW pernah mempekerjakan seorang dari suku Asad yang bernama ibnu lutaibah untuk mengurus urusan zakat Bani Sulaim.[22]
begitupula dengan Muas bin Jabal yang ditugaskan di negeri Yaman sebagai da’i juga sebagai pengurus Zakat.. demikian pula yang dilakukan oleh para khulafaur rasyidin sesudahnya.
Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat memiliki beberapa keuntungan antara lain:[23]
Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat. Kedua,untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahikzakat apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki. Ketiga , untuk mencapai efisiensi dan efektifitas serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala proritas yang ada pada suatu tempat. Keempat, untuk memperlihatkan syiar islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang Islami. Kelima, untuk memudahkan kordinasi dan konsolidasi data muzakki dan mustahiq. Keenam, untuk memudahkan pelaporan dan pertanggungjawaban ke publik. Ketujuh, agar pengelolaaannya dapat dikelola secara professional (pen). Sebaliknya jika zakat diserahkan langsung dari muzakki ke mustahik, meskipun secara hukum syar’i adalah sah, akan tetapi disamping akan terabaikannya hal-hal tersebut diatas, juga hikmah dan fungsi zakat, terutama yang berkaitan dengan pemerataan dan kesejahteraan ummat, akan sulit diwujudkan.
Di Indonesia pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dan
Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Tehnis Pengelolaan Zakat. Dalam Undang-Undang ini masih banyak kekurangan terutama tidak adanya sangsi bagi muzakki yang melalaikan kewajibannya tidak membayar zakat, tetapi Undang-Undang ini mendorong upaya untuk pembentukan lembaga pengelola zakat yang amanah, kuat dan dipercaya oleh masyarakat.
Dalam Undang-Undang ini dikemukakan bahwa pengelolaan zakat bertujuan untuk:
1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan
1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan
tuntunan agama
2. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan masyarakat dan keadilan sosial
3. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat
Dalam Bab III Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dikemukakan bahwa organisasi pengelola zakat terdiri dari dua jenis, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Selanjutnya bahwa setiap pengelola zakat karena kelalaiannya tidak mencatat dengan tidak benar tentang zakat, infak, sedekah, hibah, wasiat, waris dan kaffarat sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8 pasal 12 dan pasal 11 Undang-Undang tersebut, diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 30.000.000.
2.2. Persyaratan Pengelola Lembaga Zakat (Amil)
DR. Yusuf Qardawi dalam bukunya, Fiqh Zakat,[24] menyatakan bahwa seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat harus memiliki persyaratan sebagai berikut:
Pertama; Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum muslimin yang termasuk rukun Islam (rukun islam ketiga), karena itu seharusnya apabila urusan penting kaum muslimin diurtus oleh sesama muslim
Kedua, Mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima tanggungjawab mengurus urusan umat.
Ketiga, memilki sifat amanah dan jujur. Sifat ini penting untuk menjaga kepercayaan umat. Artinya para muzakki akan dengan rela menyerahkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat, jika memang lembaga ini patut dan layak dipercaya. Keamanahan ini diwujudkan dalam bentuk transparansi (keterbukaan) dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara berkala dan juga ketepatan penyalurannya sejalan dengan ketentuan syariah Islam. Sifat amanah dan professional ini dikisahkan tentang Nabi Yusuf as yang mendapatkan kepercayaan sebagai bendaharawan negeri Mesir, yang saat itu dilanda paceklik berhasil membangun kembali kesejahteraan masyarakat karena kemampuannya menjaga amanah. Firman Allah SWT QS. Yusuf:55
قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَآئِنِ الأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ
Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".
Keempat; mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat
Kelima; memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Amanah dan jujur merupakan syarat yang penting akan tetapi juga harus ditunjang oleh kemampuan dalam melaksanakan tugas
Keenam; motivasi dan kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Amil zakat yang baik adalah amil zakat yang fuul time dalam melaksanakan tugasnya, tidak asal-asalan dan tidak pula sambilan
Ketujuh, syarat yang tidak kalah pentingnya, hemat penulis memiliki kemampuan analisis perhitungan zakat, manajemen, IT dan metode pemanfataan dan pemberdayaan zakat.
Kedelapan, peningkatan capacity building amil sehingga bisa berkopetisi setiap momen dan priode tertentu (pen.)
2.3. Persyaratan Lembaga Pengelola Zakat
Persyaratan teknis lembaga zakat berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI nomor 581 tahun 1991 adalah:
1. Berbadan Hukum
2. Memiliki data muzakki dan mustahik
3. Memiliki program kerja yang jelas
4. Memmiliki pembukuan dan manajemen yang baik
5. Melampirkan surat pernrnyataan bersedia diaudit
Persyaratan tersebut diharapkan dapat mengarah pada profesionalitas dan trasparansi dari setiap pengelolaan zakat.
Dalam buku petunjuk teknis pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh Institut Manajemen Zakat (2001) dikemukakan susunan organisasi pengelola lembaga zakat antara lain:
1. Susunan Organisasi Badan Amil Zakat (BAZ)
a. Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana
b. Dewan pertimbangan meliputu unsur ketua, sekertaris dan anggota
c. Komisi Pengawas meliputi unsur ketua, sekertaris dan anggota
d. Badan pelaksana meliputi unsur ketua, sekertaris, bagian keuangan, bagian pengumpul, bagian pendistribusian dan pendayagunaan
e. Anggota pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur masyarakat dan unsur pemerintah. Unsur masyarakat terdiri atas unsur ulama, cendikia, tokoh masyarakat, tenaga profesional dan lembaga pendidikan yang terkait
2. Fungsi dan Tugas Pokok Pengurus Badan Amil Zakat (BAZ)
a. Dewan Pertimbangan
1) Fungsi, memberikan pertimbangan, fatwa, saran dan rekomendasi kepada badan pelaksana dan Komisi Pengawas dalam pengelolaan Badan Amil Zakat, meliputi aspek syariah dan aspek manajerial
2) Tugas Pokok
a. Memberikan garis-garis kebijakan umum Badan Amil Zakat
b. Mengesahkan rencana kerja dari Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas
c. Mengeluarkan fatwa syariah baik diminta maupun tidak terkait dengan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus Badan Amil Zakat
d. Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas baik diminta maupun tidak
e. Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas
f. Menunjuk Akuntan Publik
b. Komisi Pengawas
1) Fungsi; sebagai pengawas internal lembaga atas operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana
2) Tugas Pokok
a. Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan
b. Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan Dewan Pertimbangan
c. Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan
d. Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syariah
3. Badan Pelaksana
1) Fungsi; sebagai pelaksana pengelolaan zakat
2) Tugas pokok
a. Membuat rencana kerja
b. Melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan
c. Menyusun laporan tahunan
d. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah
e. Bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat kedalam maupun keluar
2.4. Manajemen Zakat, Infaq, Sadaqah dan Wakaf
Seiring dengan perintah Allah kepada umat Islam untuk membayarkan zakat, Islam mengatur dengan tegas dan jelas tentang pengelolaan harta zakat. Manajemen zakat yang ditawarkan oleh Islam dapat memberikan kepastian keberhasilan dana zakat sebagai dana umat Islam. Hal itu terlihat dalam Al-Qur’an bahwa Allah memerintahkan Rasul SAW untuk memungut zakat (QS. At-Taubah: 103). Di samping itu, surat At-Taubah ayat 60 dengan tegas dan jelas mengemukakan tentang yang berhak mendapatkan dana hasil zakat yang dikenal dengan kelompok delapan asnaf. Dari kedua ayat tersebut di atas, jelas bahwa pengelolaan zakat, mulai dari memungut, menyimpan, dan tugas mendistribusikan harta zakat berada di bawah wewenang Rasul dan dalam konteks sekarang, zakat dikelola oleh pemerintah. Dalam operasional zakat, Rasul SAW telah mendelegasikan tugas tersebut dengan menunjuk amil zakat. Penunjukan amil memberikan pemahaman bahwa zakat bukan diurus oleh orang perorangan, tetapi dikelola secara profesional dan terorganisir. Amil yang mempunyai tanggungjawab terhadap tugasnya, memungut, menyimpan, dan mendistribusikan harta zakat kepada orang yang berhak menerimanya. Pada masa Rasul SAW, beliau mengangkat beberapa sahabat sebagai amil zakat. Aturan dalam At-Taubah ayat 103 dan tindakan Rasul saw tersebut mengandung makna bahwa harta zakat dikelola oleh pemerintah. Apalagi dalam Surat At-Taubah ayat 60, terdapat kata amil sebagai salah satu penerima zakat. Berdasarkan ketentuan dan bukti sejarah, dalam konteks kekinian, amil tersebut dapat berbentuk yayasan atau Badan Amil Zakat yang mendapatkan legalisasi dari pemerintah. Akhir-akhir ini di Indonesia, selain ada Lembaga Amil Zakat yang telah dibentuk pemerintah berupa BAZ mulai dari tingkat pusat sampai tingkat kelurahan, juga ada lembaga atau yayasan lain seperti Dompet Dhuafa di Jakarta, Yayasan Dana Sosial Al-Falah di Surabaya, Yayasan Daarut Tauhid di Bandung, dan Yayasan Amil Zakat di Lampung. Bahkan sebagian yayasan tersebut sudah dapat menggalang dana umat secara profesional dengan nominal yang sangat besar. Dan pendayagunaan zakat sudah diarahkan untuk pemberian modal kerja, penanggulangan korban bencana, dan pembangunan fasilitas umum umat Islam. Apalagi dengan situasi dan kondisi sekarang banyak sekali lembaga atau yayasan yang peduli terhadap masalah-masalah ketidakberdayaan dan ketidakmampuan umat Islam. Ada beberapa program yang diperuntukkan juga bagi umat Islam yang tidak mampu seperti advokasi kebijakan publik, HAM, bantuan hukum, pemberdayaan perempuan. Semua program tersebut memerlukan dana yang tidak sedikit, sementara itu pendanaannya tidak mungkin dibebankan kepada mereka. Berdasarkan kenyataan tersebut, muncul pertanyaan apakah dana dari zakat dapat digunakan untuk pelaksanaan pro-gram yayasan atau badan yang mengurus kepentingan umat Islam yang tak mampu secara finansial, akses, ataupun pengetahuan. Mereka dengan segala keterbatasannya juga harus dibantu. Program tersebut pun memerlukan dana operasional, bahkan mereka yang membantu pun perlu dana. Pada satu sisi, penerima zakat telah ditetapkan secara tegas dan jelas, yang sebagian orang memahami tidak mungkin keluar dari aturan tersebut.
Apabila asnaf yang ditetapkan dalam surat At-Taubah ayat 60 tersebut dipahami secara tekstual, ada asnaf yang tidak dapat diaplikasikan sekarang, yaitu riqab. Riqab adalah budak Muslim yang telah dijanjikan untuk merdeka kalau ia telah membeli dirinya. Begitu juga dengan fuqara’, masakin, dan gharimin. Pemahaman tekstual akan menyebabkan tujuan zakat tidak tercapai, karena pemberian dana zakat kepada yang bersangkutan sifatnya hanya charity. Masalah krisis ekonomi yang dihadapi sebagian umat Islam yang memerlukan bukan hanya bagaimana kebutuhan dasarnya terpenuhi. Akan tetapi bagaimana mengatasi krisis tersebut dengan mengatasi penyebab munculnya krisis. Dengan demikian, untuk pencapaian tujuan zakat dan hikmah pewajiban zakat, maka pemahaman kontekstual dan komprehensif terhadap delapan asnaf penerima zakat perlu dilakukan, sehingga kelompok yang berhak mendapatkan dana zakat dapat menerima haknya.
Apabila asnaf yang ditetapkan dalam surat At-Taubah ayat 60 tersebut dipahami secara tekstual, ada asnaf yang tidak dapat diaplikasikan sekarang, yaitu riqab. Riqab adalah budak Muslim yang telah dijanjikan untuk merdeka kalau ia telah membeli dirinya. Begitu juga dengan fuqara’, masakin, dan gharimin. Pemahaman tekstual akan menyebabkan tujuan zakat tidak tercapai, karena pemberian dana zakat kepada yang bersangkutan sifatnya hanya charity. Masalah krisis ekonomi yang dihadapi sebagian umat Islam yang memerlukan bukan hanya bagaimana kebutuhan dasarnya terpenuhi. Akan tetapi bagaimana mengatasi krisis tersebut dengan mengatasi penyebab munculnya krisis. Dengan demikian, untuk pencapaian tujuan zakat dan hikmah pewajiban zakat, maka pemahaman kontekstual dan komprehensif terhadap delapan asnaf penerima zakat perlu dilakukan, sehingga kelompok yang berhak mendapatkan dana zakat dapat menerima haknya.
Manajemen zakat yang baik adalah suatu keniscayaan. Dalam Undang-Undang (UU) No.38 Tahun 1999 dinyatakan bahwa “Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat”. Agar LPZ dapat berdaya guna, maka pengelolaan atau manajemennya harus berjalan dengan baik.
Kualitas manajemen suatu organisasi pengelola zakat (Widodo, 2003) harus dapat diukur. Untuk itu, ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan sebagai alat ukurnya. Pertama, amanah. Sifat amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Tanpa adanya sifat ini, hancurlah semua sistem yang dibangun. Kedua, sikap profesional. Sifat amanah belumlah cukup. Harus diimbangi dengan profesionalitas pengelolaannya. Ketiga, transparan. Dengan transparannya pengelolaan zakat, maka kita menciptakan suatu sistem kontrol yang baik, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja, tetapi juga akan melibatkan pihak eksternal. Dan dengan transparansi inilah rasa curiga dan ketidakpercayaan masyarakat akan dapat diminimalisasi.
Ketiga kata kunci ini dapat diimplementasikan apabila didukung oleh penerapan prinsip-prinsip operasionalnya. Prinsip-prinsip operasionalisasi LPZ antara lain. Pertama, kita harus melihat aspek kelembagaan. Dari aspek kelembagaan, sebuah LPZ seharusnya memperhatikan berbagai faktor, yaitu : visi dan misi, kedudukan dan sifat lembaga, legalitas dan struktur organisasi, dan aliansi strategis.
Kedua, aspek sumber daya manusia (SDM). SDM merupakan aset yang paling berharga. Sehingga pemilihan siapa yang akan menjadi amil zakat harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk itu perlu diperhatikan faktor perubahan paradigma bahwa amil zakat adalah sebuah profesi dengan kualifikasi SDM yang khusus.
Ketiga, aspek sistem pengelolaan. LPZ harus memiliki sistem pengelolaan yang baik, unsur-unsur yang harus diperhatikan adalah : LPZ harus memiliki sistem, prosedur dan aturan yang jelas, memakai IT, manajemen terbuka; mempunyai activity plan; mempunyai lending commite; memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan; diaudit; publikasi; perbaikan terus menerus.
Setelah prinsip-prinsip operasional kita pahami, kita melangkah lebih jauh untuk mengetahui bagaimana agar pengelolaan zakat dapat berjalan optimal. Untuk itu, perlu dilakukan sinergi dengan berbagai stakeholder. Pertama, para pembayar zakat (muzakki). Jika LPZ ingin eksis, maka ia harus mampu membangun kepercayaan para muzakki. Banyak cara yang bisa digunakan untuk mencapainya, antara lain: memberikan progress report berkala, mengundang muzakki ke tempat mustahik, selalu menjalin komunikasi melalui media cetak, silaturahmi, dan lain-lain. Kedua, para amil. Amil adalah faktor kunci keberhasilan LPZ. Untuk itu, LPZ harus mampu merekrut para amil yang amanah dan profesional.
2.5. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Zakat
Dalam pengelolaan zakat terdapat beberapa prinsip-prinsip yang harus diikuti dan ditaati agar pengelolaan dapat berhasil sesuai yang diharapkan, diantaranya :
1. Prinsip Keterbukaan, artinya dalam pengelolaan zakat hendaknya dilakukan secara
terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum.
2. Prinsip Sukarela, artinya bahwa dalam pemungutan atau pengumpulan zakat hendaknya senantiasa berdasarkan pada prisip sukarela dari umat Islam yang menyerahkan harta zakatnya tanpa ada unsur pemaksaan atau cara-cara yang dianggap sebagai suatu pemaksaan. Meskipun pada dasarnya ummat Islam yang enggan membayar zakat harus mendapat sangsi sesuai perintah Allah.
3. Prinsip Keterpaduan, artinya dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus
dilakukan secara terpadu diantara komponen-komponen yang lainnya.
4. Prefesionalisme, artinya dalam pengelolaan zakat harus dilakukan oleh mereka
yang ahli dibidangnya., baik dalam administrasi, keuangan dan sebaginya.
5. Prinsip Kemandirian, prinsip ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari prinsip prefesionalisme, maka diharapkan lembaga-lembaga pengelola zakat dapat mandiri dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa perlu menunggu bantuan dari pihak lain.
2.6. Pola Manajemen Zakat
Secara Umum Pengelolaan Zakat diupayakan dapat menggunakan fungsi-fungsi manajemen modern yang meliputi; Perencanaan, pengorganisasian, Pelaksanaan dan pengarahan serta pengawasan.
Perencanaan meliputi; merumuskan rancang bangun organisasi, perencanaan program kerja yang terdiri dari: penghimpunan (fundraising), pengelolaan dan pendayagunaan. Pengorganisasian meliputi; kordinasi, tugas dan wewenang, penyusunan personalia, perencanaan personalia dan recruiting. Pelaksanaan dan pengarahan terdiri dari; pemberian motivasi, komunikasi, model galkepemimpinan, dan pemberian reward dan sangsi. Sedangkan pengawasan meliputi; Tujuan pengawasan, tipe pengawasan, tahap pengawasan serta kedudukan pengawas.
2.7. Pengelolaan zakat dan Pengalokasian zakat professional dan produktif
Dalam literature zakat, baik literature klasik maupun modern, selalu ditemukan bahwa pengumpulan zakat adalah kewajiban pemerintah di negara Islam. Penguasa berkewajiban memaksa warga Negara yang beragama Islam dan mampu memabayar zakat atas harta kekayaannya yang telah mencapai haul dan nisab. Kewajiban membayar zakat ini diikuti dengan penerapan dan pelaksanaan pengelolaan zakat yang professional. Ketidakberhasilan ini disebabkan karena persoalan manajemen kelembagaannya. Olehnya itu perlunya penerapan prinsip-prinsip manajemen secara professional. Salah satu model pendayagunaan zakat dengan sistem Surplus zakat Budged.[25]Yaitu zakat diserahkan muzakki kepada Amil, dana yang dikelola akan diberikan kepada mustahiq dalam bentuk uang tunai dan sertifikat. Dana yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat harus dibicarakan dan mendapat izin dari mustahiq yang menrimanya. Dana dalam bentuk uang cash akan digunakan sebagai pembiayaan pada perusahaan, dengan harapan perusahaan tersebut akan berkembang dan dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat ekonomi lemah termasuk mustahiq. Disamping itu perusahaan akan memberikan bagi hasil kepada mustahiq yang memiliki sertifikat pada perusahaan tersebut. Dari bagi hasil yang diterima mustahiq tersebut jika telah mencapai nishab dan haulnya diharapkan mustahiq tersebut dapat membayar zakat atau memberikan sadaqah. Tugas amil adalah membentu mustahiq dalam mengelola dana zakat dan selalu memberi pengarahanatau motivasi serta pembinaan sampai mustahiq dapat memanfaatkan dana yang dimiliki dengan baik.
Model Pemberdayaan Zakat Sistem Surplus Zakat Budged
Zakat |
Dikelola |
Bagian Zakat |
Muzakki |
Perusahaan |
Mustahiq |
Muzakki |
Distribusi |
Sertifikat |
Kepemilikan Sertifikat |
Tidak |
Ya |
Angsuran Modal |
Dana |
Perkembangan Perusahaan |
Tenaga Kerja |
Saham |
Hasil Usaha |
Pengeluaran Zakat |
Bagi Hasil |
Bagi Hasil Mustahiq |
Skema 1: Sistem Surplus Zakat Budged
Pengelolaan zakat melalui Sistem In Kind
Sistem In Kind diterapkan dengan meklanisme, dana zakat yang ada tidak dibagikan dalam bentuk uang atau sertifikat. Namun dana zakat diberikan dalam bentuk alat-alat produksi yang dibutuhkan oleh kaum ekonomi lemah yang ingin berusaha/produksi, baik mereka yang baru akan mulai usahanya maupun yang telah berusaha untuk pengembangan usaha
Muzakki |
Pengawasanm dan Pembinaan Mustahiq dan Usahanya |
Alat-Alat Produksi Untuk Mustahiq |
Amil |
Usaha Mustahiq |
Studi Kelayakan Mustahiq dan Usahanya |
Mustahiq |
Program Pelatihan |
Skema 2. Skema Sistem In Kind
Model Pengelolaan zakat melalui Sistem Revolving Fund
Model Revolving Fund adalah sistem pengelolaan zakat, dimana amil memberikan pinjaman dana zakat kepada mustahiq dalam bentuk pembiayaan qardhul Hasan. Tuga mustahiq adalah mengembalikan dana pinjaman tersebut kepada amil sebagian maupun sepenuhnya, tergantung pada kesepakatan awal. Model ini zakat akan dikelola secara bergulir dari mustahiq kemustahiq lainnya, jika mustahiq yang dipinjami tersebut telah mengembalikan sepenuhnya dana pinjaman. Salah satu tujuan model ini adalah untuk pemerataan pendapatan.
Muzakki |
Amil |
Mustahiq |
Mustahiq lainnya |
Keberhasilan Mustahiq |
Pengawasan dan Pembinaan |
Pengembalian Pinjaman |
Skema 2. Revolving Fund Zakat
4. Bagaimana Manajemen Muzakki?
Dalam lembaga zakat ada tiga kegiatan utama, yakni penghimpunan, pengelolaan dan pendayagunaan. Ketiganya dimasukkan dalam tiga divisi utama, yaitu divisi penghimpunan, divisi keuangan dan divisi pendayagunaan. Divisi yang sangat terkait dengan muzakki adalah divisi penghimpunan dana ziswaf. Dana dari muzakki tidak hanya bersifat perorangan melainkan juga dari perusahaan dan lembaga. Penghimpunan dana dari muzakki dapat meluaskan pencarian dana hingga keluar negeri, lembaga-lembaga donor dalam dan luar negeri. Dalam melaksanakan penggalangan dana dari muzakki berbagai ragam kegiatan dapat digunakan, tergantung kemampuan tim dalam mengembangkan program. Program ini dapat ditwarkan sebagai kerjasama program dengan perusahaan dan lembaga yang lain. Pengelolaan muzakki dapat dibagi atas dua bagian:
1. Muzakki tetap, muzakki yang sudah terdaftar secara formal dilembaga zakat dan secara rutin menyetor zakatnya kepada lembaga zakat baik perorangan maupun lembaga
2. Muzakki tidak tetap (temporer) adalah muzakki yang menyetor zakat, infaq, sedekah dan wakaf yang sifatnya temporer. Sangat tergantung pada momen dan kemampuan amil untuk melakukan interaksi kegiatan dan komunikasi dengan pihak muzakki.
Ada beberapa kegiatan penghimpunan dana untuk menggalang dana muzakki antara lain:[26]
1. Kampanye , bertujuan untuk memberi penyadaran kepada masyarakat muslim tentang masalah Ziswaf. Penyadaran ini bersifat berkesinambungan dalam upaya membangun opini dan peradaban zakat. Dalam kampanye ini beberapa hal yang harus diperhatikan adalah metode kampanye, materi kampanye, media kampanye dan sarana kampanye
2. Kerjasama Program, menawarkan program untuk dikerjasamakan dengan lembaga atau perusahaan lain untuk menggerakkan aktivitas fundrazing zakat.
3. Seminar dan Diskusi, bertujuan untuk sosialisasi dan memberikan pemahaman masyarakat tentang hokum, potensi dan manfaat zakat. Tema yang diangkat, momen serta nara sumber sangat mempengaruhi partisipasi masyarakat untuk mengikuti.
4. Pemanfaatan Rekening Bank, rekening bank merupakan sarana yang dapat memudahkan bagi masyarakat (muzakki) untuk menyalurkan Ziswaf.
4.1. Data Base Muzakki
Data base muzakki merupakan instrument pengelola zakat yang sangat penting dan harus dimiliki setiap lembaga pengelola zakat. Data Base yang baik tentunya harus memiliki data yang akurat, up to date, terintegrasi dengan data base nasional maupun lokal serta mudah diakses. Untuk memperbaiki kualitas pengelolaan data base muzakki ada beberapa hal yang harus diupayakan:
1. Kerjasama antara Baznas(Badan Amil Zakat nasional) dengan lembaga pemerintah dengan menggandeng Departemen keuangan untuk kerjasama pembuatan Nomor Pokok wajib Zakat (NPWZ) seiring dengan Nomor Pokok wajib pajak (NPWP)
2. Membuat data base muzakki nasional dan lokal dengan menggunakan IT sehingga data base lebih akurat dan terintegrasi
3. Memberikan pelayanan kepada Muzakki dengan jalan:
- Proaktif berkomunikasi dengan muzakki
- Mendata keluhan muzakki
- Memberi flow up keluhan muzakki
- Memeberi feedback kepada muzakki baik dalam bentuk penghargaan atau informasi kegiatan dan laporan keuangan baik perorangan maupun publikasi
5. Bagaimana Manajemen Pemberdayaan Mustahiq ?
Pembicaraan tentang sistem pemberdayaan mustahik berarti membicarakan usaha yang saling berkaitan dalam menciptakan tujuan tertentu dari penggunaan hasil zakat secara baik, tepat dan terarah, sesuai dengan tujuan zakat itu disyariatkan. Dalam pendekatan fiqih, dasar pendayagunaan zakat didasarkan pada surat At-Taubah ayat 60.Ayat ini menjelaskan tentang peruntukan kepada siapa zakat itu diberikan. Para ahli tafsir menguraikan kedudukan ayat tersebut secara beragam, baik terhadap kuantitas, kualitas, dan prioritas. Di antara uraian tersebut adalah sebagai berikut.[27]
a. Menurut sebagian ulama, zakat boleh dibagikan kepada satu golongan saja dari
delapan golongan itu, yaitu diberikan kepada mereka yang paling membutuhkan
b. Menurut sebagian ulama lain, zakat hanya diberikan kepada delapan asnaf dan
tidak boleh diberikan kepada selainnya.
c. Al-Qurthubi menarik kesimpulan bahwa tidak ada cara tertentu dan tetap, sejak
masa Rasulullah saw maupun pada masa sahabat menempuh kebijaksan sistem prioritas.
d. Sebagian lain, tidak ada penjelasan mengenai perincian pembagian di antara delapan golongan tersebut. Ayat tersebut hanya menetapkan kategori-kategori yang berhak menerima zakat hanya ada delapan golongan. Nabi sendiri tidak pernah menerangkan cara pembagian itu, bahkan beliau memberi mustahik sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, dan disesuaikan pula dengan jumlah persiapan harta benda yang ada. Penjelasan beragam dari para ulama tersebut menunjukkan bahwa konsep pendayagunaan zakat, dalam penerapannya, membuka keluasan pintu ijtihad bagi mujtahid, termasuk kepala negara dan Badan Amil Zakat, untuk mendistribusikan dan mendayagunakannya sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi. Sebagaimana dimaklumi konsep maslahat dan manfaat senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan umat. Untuk penentuan tingkat kemaslahatan, biasa dikenal dengan adanya skala prioritas. Metode prioritas ini dapat dipakai sebagai alat yang efektif untuk melaksanakan fungsi alokatif dan distributif dalam kebijaksanaan pendayagunaan zakat. Misalnya, penafsiran kata fi sabilillah dan ibn sabil, secara periodik dan kondisional selalu berkembang sesuai kondisi. Pada waktu perang, fi sabilillahyang secara harfiah berarti “Jalan Allah”, adalah berperang melawan orang-orang kafir. Definisi tersebut untuk sekarang sudah berubah dan lebih kompleks. Penyelenggaraan sistem pemerintahan yang mengabdi pada kepentingan rakyat; melindungi keamanan warga negara dari kekuatan-kekuatan destruktif yang bertentangan dengan hak-hak kemanusiaan dan kewarganegaraan; menegakkan keadilan hukum bagi warga negara; meningkatkan kualitas manusia dalam rangka menunaikan tugas sosialnya untuk membangun peradaban di muka bumi, merupakan bagian dari bagian maksud fi sabilillah.[28]Begitu pula pengertian ibn sabil, yang secara bahasa berarti anak jalanan atau “musafir yang kehabisan bekal”, untuk selanjutnya juga mengalami perkembangan makna. Kata ibn sabil dapat diartikan bukan saja untuk keperluan musafir yang kehabisan bekal, tetapi juga untuk keperluan pengungsi, bencana, dan sejenisnya.
Dalam manajemen mustahik menurut penulis ada beberapa upaya pola manajemen yang perlu dilakukan antara lain;
4.1. Data Base Mustahik, Yaitu bagaimana pendataan mustahik dapat dilakukan untuk memberikan informasi bagi lembaga zakat. Data base ini memuat data secara lengkap berupa;
- Jumlah mustahik secara menyeluruh baik secara nasional maupun wilayah tertentu sesuai kebutuhan lembaga zakat
- Data permasalah mustahik tentang penyebab sebagai mustahik
- Data potensi pengembangan mustahik
- Data-data hambatan pengelolaan mustahik
4.2. Mengorganisir Mustahik, yaitu perlu melakukan langkah-langkah yang terstruktur dan terintegrasi seperti;
- Pengwilayahan mustahik
- Klasifikasi permasalahan
- Langkah-langkah pemecahan masalah
4.3. Pemberdayaan Mustahik
Dalam melakukan pembaedyaan mustahik ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain;
A. Pengembangan Ekonomi
Dalam melakukan pengembangan ekonomi, ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh lembaga zakat:
a. Penyaluran modal
Penyaluran modal dapat diberikan untuk perorangan maupun kelompok. Penyaluran modal dapat berbentuk modal kerja ataupun investasi. Modal tak perlu kembali, karena zakat memang diwajibkan membantu orang susah. Diharapkan bagi mustahik yang sudah mendapatkan modal dan usahanya berkembang dapat berkontribusi kepada mustahik lainnya agar penyaluran ini memberi multipler effect dalam mendorong kegiatan ekonomi. Penyaluran modal untuk kelompok lebih memudahkan lembaga zakat. Pada kelompok, pembinaan dan control lebih dapat dilakukan. Lembaga zakat harus mendorong kelompok membetuk organisasi. Organisasi ini dapat mengelola dana bantuan dan dana ini dapat berfungsi sebagai revolving fund dalam organisasi
b. Pembentukan Lembaga Keuangan
Dalam penyaluran bantuan untuk pengusaha mikro, lembaga zakat dapat mengembangkan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS)/ BMT. Lembaga zakat tak perlu lagi perlu terjun mengurus langsung pengusaha gurem. Dengan LKMS lembaga zakat dapat mengontrol pemberdayaan dengan lebih seksama. Ada target yang bisa diprediksi, ada laporan yang bisa distandarisasi, serta adanya data yang dijadikan pola program pemberdayaan
c. Pembangunan Industri
Penyaluran dana tidak terbatas pada usaha mikro saja, tetapi dapat digunakan untuk kegiatan investasi dengan mendirikan industri dan pabrikan. Investasi ini diharapkan dapat menyerap tenaga kerja mustahiq yang sebelumnya sudah disiapkan kapasitas SDM-nya sehingga dapat memenuhi standar persyaratan perusahaan
d. Penciptaan lapangan kerja
Diharapkan usaha yang dibantu tetap menjaga SDM-nya karena adanya kesinambungan usaha bahkan diharapkan jumlah dan kualitasnya terus meningkat.
e. Saham Fakir- Miskin
Modal yang berupa saham yang ditempatkan pada perusahaan syariah yang produktif dan aman. Hasil deviden saham akan digunakan untuk memberdayakan mustahik
f. Pembentukan organisasi
Pembnetukan organisasi mustahiq dibutuhkan untuk memperkuat posisi, mengatasi persoalan keuangan, mencarikan solusi permasalahan mereka, membesarkan skala usaha, memperluas jaringan dan peningkatan kualitas.
B. Pembinaan SDM
a. Program Beasiswa
Program beasiswa yang bertujuan untuk membantu mustahiq dalam meningkatkan pengembangan diri (capacity building) untuk dapat melakukan perubahan diri.
b. Diklat dan kursus keterampilan
Bagi mustahiq yang kurang semangat melanjutkan pendidikan maka jalur pelatihan praktis cukup efektif bagi mustahiq untuk menambah keahlian dan keterampilan sehingga dapat meningkatkan etos kerja.
c. Membuat lembaga pendidikan (sekolah)
Penyediaan infra struktur pendidikan baik formal maupun non formal sangat penting untuk menampung anak sekolah yang kurang mampu. Dengan memiliki sarana dan prasarana pendidikan maka diharapkan anak-anak sekolah yang kurang mampu dapat menikmati pendidikan dengan nyaman, tenang dan sesuai standar. Ada beberapa manfaat dari mengelola lembaga pendidikan secara formal yaitu;
- Pengelola pendidikan direkrut sesuai visi dan misi yang dibutuhkan
- Secara otomatis lembaga pendidikan dibawa kontrol lembaga
- Guru-guru direkrut sesuai standarisasi lembaga
- Anak-anak mustahiq berada dalam pengawasan lembaga secara teratur
C. Layanan Sosial
Yang dimaksud dengan layanan sosial adalah layanan yang diberikan kepada kalangan mustahiq dalam memenuhi kebutuhan mereka. Kebutuhan mustahiq sangat beragam, tergantung kondisi yang tengah dihadapi. Dari kebutuhan yang paling mendasar, seperti kebutuhan makan, pengobatan, bayar SPP dan tunggakannya, musibah, pelayanan mobil jenazah, angkutan gratis anak sekolah, biaya transport pulang kampung hingga bayar kontrakan dll.
Kesimpulan
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah, artinya ibadah dibidang harta yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat. Jika zakat dikelola dengan baik, baik pengambilan maupun pendistribusiannya dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen modern, insya Allah akan dapat mengangkat kesejahteraan masyarakat. Karena itu di dalam al-qur’an dan hadis, banyak perintah untuk berzakat, sekaligus pujian bagi yang melakukannya, baik didunia ini maupun di akhirat nanti. Sebaliknya, banyak pula ayat al-qur’an dan hadis nabi yang mencela orang yang enggan melakukannya, sekaligus ancaman duniawi dan ukhrawi bagi mereka. Olehnya itu perlunya pengelolaan zakat secara profesional oleh lembaga yang dipercaya dan dikelola oleh pengelola zakat (amil) yang amanah, jujur, dan profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Alquranul Karim, Terjemahan Depag RI
Al-Qurtubi, al-jami’ Li Ahkam Al-qur’an, Beirut Libanon, Daar el-Kutub ‘Ilmiyyah
1413 H/1993M
Abu Bakar Jaabir al-Jazaari, 1976. Minhajul Muslim.Beirut: Daar al-Fikr
Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial, Bandung, 1994
Abdurrahman Qadir, 1988. Zakat dalam Dimensi Mahdah dan Sosial, raja Grafindo
Persada, Jakarta
Didin Hafiduddin, DR. 2002. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Gema Insani
Press Jakarta
Monzer Kahf, 1995. Ekonomi Islam, telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem
Ekonomi Islam (Yokyakarta Pustaka Pelajar
Eri Sudewo, 2004. Manajemen Zakat. Tinggalkan 15 Tradisi Terapkan 4 Prinsip
Dasar. Institut Manajemen Zakat. Ciputat Jakarta
Mustaq Ahmad,2001. Etika Bisnis Dalam Islam . Jakarta Pustaka Al-Kautsar,
M. Zainul Muttaqin, 1997. Kewajiban Menjadi Muzakki,” Makalah pada seminar
Zakat antara Cita dan fakta, Bogor
Masdar F. Mas’udi, 1993. Zakat (Pajak) Berkeadilan
Muh. Ridwan, 2002. Zakat Dan Kemiskinan, UII Press Yokyakarta.
Perwatatmadja, Karnaen, 1996. Membumikan Ekonomi Islam Di Indonesia, Depopk,
Usaha Kami
Yusuf Qardawi, DR. 1997. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam,
Robbani Press Jakarta
Shahih Muslim (Riyadh:Daar el-Salaam, 1419 H
Sabiq, Sayyid,1968. Fiqh Sunnah, Kuwait: daer el-bayan
Yusuf al-Qrdawi, 1991. Fiqhus Zakat . Beirut: Muassasah
Yusuf al-Qardawi, 1993. Al-Ibadah fil Islam Beirut: Muassasah Risalah
[2] Hadis riwayat Muslim dari Abdullah bin Umar, Shahih Muslim (Riyadh:Daar el-Salaam, 1419 H), hlm,683
[4]Rf mYusuf al-Qrdawi, Fiqhus Zakat(Beirut: Muassasah, 1991)hlm.41
[8] Abdurrahman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial, (Jakarta PT Raja grafindo, 1998) hlm.82
[14] Monzer Kahf, Ekonomi Islam, telaah Analitik terhadap Fungsi SDistem Ekonomi Islam(Yokyakarta Pustaka Pelajar, 1995)hlm. 88
[16] 16M. zainul Muttaqin, Kewajiban Menjadi Muzakki,” Makalah pada seminar Zakat antara Cita dan fakta, Bogor, januari 1997
[17] 17 Pengertian menafkahkan "harta di jalan Allah" meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
[18] Yang berhak menerima zakat ialah: 1. Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan ma'siat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan ma'siat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
harta benda
[20] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
21Al-Qurtubi, al-jami’ Li Ahkam Al-qur’an, Beirut Libanon, Daar el-Kutub ‘Ilmiyyah 1413 H/1993M Jilid VII-VIII, hlm, 112-113
[23] 23Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdah dan Sosial, raja Grafindo persada, Jakarta, 1988. Hlm 85
[25] Muh. Ridwan, 2002. Zakat Dan Kemiskinan, UII Press Yokyakarta. Hlm 122
[26] Eri Sudewo. Manajemen Zakat. Institut Manajemen Zakat, 2004 hl. 190
Tidak ada komentar:
Posting Komentar