Minggu, 06 Mei 2012

Implikasi Riba Terhadap Investasi dan Pergerakan Sektor Riil


                                
                                Implikasi Riba Terhadap Investasi dan Pergerakan Sektor Riil

Idris Parakkasi
Konsultan Ekonomi Syariah


Persoalan riba sangat terkait dengan  uang, Islam mengatur uang sebagai sarana penukar dan penyimpan nilai, uang bukan barang dagangan atau komoditas yang diperjual belikan. Uang menjadi berguna jika ditukar dengan benda yang nyata atau digunakan untuk membeli jasa. Dalam ekonomi Islam uang bukanlah modal (capital), uang adalah barang publik (public goods). Uang bukan barang monopoli seseorang dan semua orang berhak untuk memiliki uang. Jadi uang adalah flow conceptsementara modal adalah stock concept. Menurut Ibn Taimiyah, uang dalam Islam sebagai alat tukar dan alat ukur nilai.  Melalui uang nilai suatu barang akan diketahui.  Al-Ghazali mengatakan bahwa uang bagaikan kaca,  kaca tidak memiliki warna tetapi dapat merefleksikan semua warna. Uang tidak memiliki harga tetapi yang dapat merefleksikan semua harga. Uang bukanlah suatu komoditas. Uang sendiri tidak memberikan kegunaan akan tetapi fungsi uanglah yang memberikan kegunaan. Olehnya itu dapat disimpulkan bahwa uang memiliki fungsi sebagai (1) media pertukaran (transaksi); (2) jaga-jaga/investasi;  (3) satuan hitung untuk pembayaran (ba’I muajjal). Uang merupakan sesuatu yang mengalir (flow concept) dan sebagai barang public  (public goods)

Money as flow concept
Uang adalah sesuatu  yang mengalir, karena itu uang diibaratkan seperti air. Jika air mengalir maka air tersebut akan bersih dan sehat. Jika air berhenti (tidak mengalir secara wajar) maka air tersebut menjadi busuk dan berbau. Demikian halnya dengan uang. Uang yang berputar untuk produksi akan dapat menimbulkan kemakmuran dan kesejahteraan  masyarakat. Sebaliknya jika uang ditahan atau tidak produktif menyebabkan macetnya roda perekonomian, sehingga dapat menyebabkan krisis atau penyakit ekonomi. Dalam Islam uang harus diputar terus sehingga dapat memberikan keuntungan yang lebih besar. Untuk itu uang perlu digunakan untuk kegiatan investasi dan sektor riil. Penyimpanan uang yang telah mencapai nishab dan haul-nya akan dikenai zakat.

Money as Public Goods
Uang adalah barang untuk masyarakat banyak. Bukan monopoli perorangan, sebagai barang publik, maka masyarakat dapat menggunakannya tanpa ada hambatan dari orang lain. Oleh karena itu dalam Islam menumpuk uang sangat dilarang, sebab menumpuk uang akan mengganggu orang lain menggunakannya. Dari gambaran uang sebagai air yang mengalir dan uang sebagai barang publik, akhirnya dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara modal dengan uang. Antara modal dan uang dapat dikiaskan antara kenderaan dengan jalan. Kenderaan adalah barang/milik pribadi. Jalan adalah barang/milik umum.  Modal adalah milik pribadi dan uang adalah milik umum. Dengan demikian kenyamanan berkenderaan akan didapatkan jika kenderaan tersebut berjalan diatas jalan raya (lancer). Dengan kata lain hanya dengan modal yang diinvestasikan ke sektor riil-lah yang akan mendatangkan pendapatan (berupa) uang.

Pandangan Islam Tentang Nilai Uang
Dalam ekonomi konvensional nilai uang terkait menurut waktu (time value of money). Konsep time value of money merupakan intervensi konsep biologi dalam bidang ekonomi. Konsep ini muncul karena adanya anggapan uang disamakan dengan barang yang hidup (sel hidup). Sel yang hidup untuk satuan waktu tertentu dapat menjadi lebih besar dan berkembang.  Uang bukanlah sesuatu yang hidup yang dapat tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Dalam teori ekonomi ada sesuatu mengecil dan membesar yang disebabkan oleh upaya-upaya. Didalamnya ada risk-return. Dengan demikian berkurang dan bertambahnya jumlah uang jika diupayakan secara wajar. Dalam ekonomi Islam konsep time value of money tidak akan terjadi. Surah Al-Ashr ayat 1-3 menunjukkan bahwa waktu bagi semua orang sama kuantitasnya, yaitu 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu. Namun nilai waktu itu akan berbeda dari setiap orang. Perbedaan nilai waktu tersebut adalah tergantung bagaimana seseorang memanfaatkan waktu secara efektif dan efisien yang akan mendatangkan keuntungan dunia bagi siapa yang melaksanakannya. Pemanfaatan waktu bukan saja harus efektif dan efisien tetapi juga harus didasari keimanan sehingga keuntungan diperoleh meliputi dunia dan akhirat (al-falah). Implikasi dalam dunia bisnis, al-qur’an mengajarkan bahwa dalam bisnis selalu dihadapkan pada untung dan rugi (profit and loss). Bisnis bukanlah aktivitas yang mendatangkan keuntungan tapa ada resiko. Sebagaimana dalam konsep time value of money, bahwa sebagai pengganti atas situasi ketidakpastian  maka dimunculkan konsep discount rate. Dalam ekonomi Islam discount rate dalam menentukan harga ma’ajjal(bayar tangguh) dapat dibenarkan karena; 1) jual beli dan sewa adalah sektor riil yang menimbulkan economic value added (nilai tambah ekonomis); 2) tertahannya hak sipenjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajibannya (menyerahkan barang atau jasa). Demikian pula penggunaan discount rate dalam menentukan nisbah bagi hasil juga dapat digunakan. Nisbah akan dikalikan dengan pendapatan aktual, bukan dengan pendapatan yang diharapkan.
Dengan demikian  uang sendiri sebenarnya tidak memiliki nilai waktu. Namun waktulah yang memilki nilai ekonomi. Dengan catatan bahwa waktu tersebut harus dimanfaatkan secara baik. Dengan adanya nilai waktu tersebut maka dapat diukur batasan-batasan ekonomi. Dalam transaksi jual beli secara tangguh penjual dapat mengambil tambahan harga lebih tinggi dari harga tunai sebagai konpensasi  atas “tertahannya” hak penjual  dari pembeli.
Dengan transaksi mudharabah/musyarakah atau jual beli dapat dipastikan keterkaitan antara sektor moneter dan sekltor riil. Oleh karena salah satu rukun jual beli harus ada barang ada uang (ma’kud ‘alaih). Dengan demikian future trading dan margin trading yang tidak diikuti dengan goods delivery adalah tidak sah. Olehnya itu Islam tidak membenarkan permintaan uang untuk spekulasi (money demand for speculation)

Model Pengembangan Uang
Ada perbedaan mendasar antara investasi dan membungakan uang. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung resiko karena berhadapan dengan unsur ketidak pastian. Olehnya itu perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung resiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif  pasti dan tetap.
Islam mendorong masyarakat kearah usaha nyata dan produktif. Islam mendorong ummatnya untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang,  sehingga dapat memutar modal dalam investasi untuk mendatangkan return.
Melalui kerjasama ekonomi akan terbangun pemerataan dan kebersamaan. Fungsi-fungsi aktivitas bagi hasil akan menciptakan suatu tatanan ekonomi yang lebih merata.

Hikmah Diharamkannya Riba
Harta tidak boleh melahirkan harta yang sama, uang tidak boleh melahirkan uang. Harta seharusnya tumbuh dan berkembang dengan kerja dan memeras tenaga.
Riba menumbuhkan sikap pada diri seseorang untuk tidak merasa perlu dengan pemberian-pemberian Allah yang diberikan padanya. Ia juga menyebabkan manusia malas bekerja dan tidak berusaha mencari penghidupan di bumi dengan cara berdagang, bercocok tanam, atau membuka perindustrian. Karena jika seseorang melihat bahwa dengan menyimpan uang di bank memperoleh hasil yang memadai dari membungakan uangnya tanpa perlu bersusah payah, maka ia akan melakukannya. Seketika itu juga akan meninggalkan dunia kerja, lalu dibelenggu oleh rasa malas dan tidak mau berusaha. Dengan begitu ia telah menjadi anggota masyarakat yang merusak lingkungan sosialnya, tidak punya pekerjaan dan tidak punya manfaat  sama .
Riba dapat memberikan dampak terhadap inflasi yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainnya bahwa utang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bunga atas utang  yang dibungakan. Riba  merusak sosial kemasyarakatan karena riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil karena pengembalian pokok ditambah dengan keuntungan sesuatu yang pasti tanpa memperhitungkan resiko. Padahal bisnis atau usaha sangat terkait dengan resiko, untung atau rugi. Riba dapat menyebabkan yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Bahwa jika terjadi resesi ekonomi  dan kebijakan  uang ketat (tight money policy) si kaya akan memperoleh suku bunga yang sangat tinggi sementara itu karena biaya modal menjadi sangat mahal maka si miskin tidak mampu meminjam dan berusaha. Akibatnya akan semakin jauh tertinggal dari orang kaya dan lebih-lebih dalam  skala antar Negara. Wallahu A’lam












Tidak ada komentar:

Posting Komentar